Sabtu, 10 Maret 2018

Taksonomi Bloom


TAKSONOMI BLOOM
Kurikulum 1975/1976 yang disempurnakan untuk SD, SMP, dan SMA, yaitu menuntut guru untuk membuat satuan pelajaran sebelum ia melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Di dalam satuan pelajaran itu guru menentukan Tujuan Instruksional Umum (TIU) yang di jabarkan dalam Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi yang disajikan kegiatan belajar mengajar berorientasi pada CBSA,buku sumber yang digunakan, pendekatan dan metode yang dipilih, alat peraga/media yang digunakan, serta alat evaluasinya.
    Penentuan Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang pertama kali di susun dalam satuan pelajaran menunjukkan bahwa sistem pengajaran yang dilaksanakan berorientasi pada tujuan. Jadi tujuan instruksional menjadi pedoman atau petunjuk untuk menentukan semua komponen dalam satuan pelajaran
       Tujuan instruksional khusus sebagai penjabaran dari tujuan instruksional umum harus dirumuskan dengan menggunakan Kata Kerja Operasional (KKO). Ini berarti rumusan TIK tersebut harus dapat di buat alat evaluasinya.
     Bloom dan kawan-kawan membagi tujuan pendidikan ke dalam tiga daerah, yaitu :
                 1)    Daerah kognitif (cognitive domain),
                 2)    Daerah afektif (affective domain),
                 3)    Daerah psikomotorik (psychomotorik domain)
Penjelasan megenai daerah tujuan pendidikan tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Daerah Kognitif (cognitive domain)
   Daerah kognitif mencakup tujuan – tujuan yang berkenaan dengan kemampuan berfikir, yaitu berkenaan dengan pengenalan pengetahuan, perkembangan kemampuan, dan kemampuan intelektual (akal).
     Daerah kognitif terdiri dari enam tahap yang tersusun mulai dari kemampuan berfikir yang paling simple (rendah, sederhana) menuju kemamapuan berfikir yang lebih kompleks. Keenam tahap berfikir tersebut  sering disebut jenjang kognitif, digambarkan seperti diagram di bawah ini.





C6




C5
evaluasi



C4
sintesis


C3
analisis



C2
penerapan



C1
Pemahaman




Pengetahuan





C1 Pengetahuan (Knowledge)
  Jenjang kognitif yang paling sederhana disebut jenjang pengetahuan atau ingatan atau komputasi. Pada jenjang kognitif ini siswa di tuntut untuk mampu mengenali atau mengingat kembali pengetahuan yang telah di simpan dalam schemata struktur kognitifnya. Hal – hal yang termasuk ke dalam jenjang kognitif ini adalah berupa pengetahuan tentang fakta dasar, terminology (peristilahan), atau manipulasi yang sifatnya sudah rutin.  Rumusan TIK yang akan mengukur jenjang kognitif ini, biasanya menggunakan KKO di antaranya : mendefinisikan, menyebutkan kembali, menuliskan, mengidentifikasi, mengurutkan, membedakan, memilih, menunjukkan, menyatakan, dan menghitung.
    Secara terperinci, jenjang pengetahuan ini mencakup hal-hal seperti berikut ini (Bloom, B.S.,1971:665):
  •  C.1.1 Pengetahuan tentang fakta yang spesifik Dalam hal ini siswa dituntut untuk mengingat kembali materi yang mirip sama dengan materi yang telah dipelajarinya dalam kegiatan belajar mengajar.
  •  C.1.2 Pengetahuan tentang terminologi Dalam hal ini siswa dituntut untuk mengingat kembali istilah-istilah atau simbol-simbol yang berkenaan dengan konsep matematika.
  •  C.1.3 Kemampuan untuk mengerjakan algoritma (manipulasi) rutin Soal yang termasuk kategori ini, jika siswa terbiasa mengerjakan soal tersebut sehingga tidak memerlukan pola pikir yang baru. Soal tersebut telah banyak dilatihkan oleh guru, baik berupa soal pekerjaan rumah atau latihan di sekolah. Bisa berupa soal yang persis sama dengan soal yang telah dijelaskan atau dilatihkan atau mirip.
C.2 Pemahaman (comprehension)
                       Tahap pemahaman sifatnya lebih kompleks daripada tahap pengetahuan. Untuk dapat mencapai tahap pemahaman terhadap suatu konsep matematika, siswa harus mempunyai pengetahuan terhadap konsep tersebut. Jadi tahap pemahaman inklusif terhadap tahap pengetahuan. Rumusan TIK yang dapat mengukur jenjang kognitif ini biasanya menggunakan KKO membedakan, mengubah, menginterpretasikan, menentukan, menyelesaikan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, membuktikan, menyederhanakan dan mensubtitusi.
                Secara terinci, jenjang kognitif tahap pemahaman ini mencakup hal-hal berikut ini (Bloom, B.S., 1971/669)

·         C.2.1 Pemahaman konsep
Perbedaan antara pengetahuan mengenai konsep dengan pengetahuan mengenai fakta spesifik tidak terdefinisi secara tegas. Dengan demikian suatu konsep dapat dipandang sebagai kumpulan fakta spesifik yang saling terkait secara funsional.
·         C.2.2  Pemahaman prinsip, aturan, dan generalisasi
Soal-soal yang berkenaan dengan aspek ini berkenaan dengan hubungan antara konsep dengan elemennya.
·         C.2.3 Pemahaman terhadap sruktur matematika
Soal yang berkenaan dengan jenjang kognitif ini menuntut siswa untuk memahami tentang sifat-sifat dasar dalam struktur matematika.
·         C.2.4 Kemampuan untuk membuat transformasi
Kemampuan ini dimaksudkan sebagai kemampuan siswa untuk dapat mengubah suatu bentuk matematika tertentu menjadi bentuk lainnya.
·         C.2.5 Kemampuan untuk mengikuti pola berpikir
Matematika kebanyakan disajikan secara deduktif formal. Kemampuan untuk dapat mengikutinya disebut kemampuan mengikuti pola berpikir matematik.
·         C.2.6 Kemampuan untuk membaca dan menginterpretasikan masalah sosial atau data matematik

C.3 Aplikasi (Aplication)
     Aplikasi atau penerapan adalah proses berpikir yang setingkat lebih tinggi dari pemahaman. Dalam jenjang kognitif aplikasi seorang siswa diharapkan telah memiliki kemampuan untuk memilih, menggunakan, dan menerapkan dengan tepat suatu teori atau cara pada situasi baru. Tahap aplikasi ini melibatkan sejumlah respon. Respon tersebut ditransfer kedalam situasi baru yang berarti konteksnya berlainan. KKO yang digunakan diantaranya adalah : menggunakan, menerapkan, menghubungkan, menggeneralisasikan, menyusun, mengklasifikasikan.
    Bloom dan kawan-kawan merinci jenjang kognitif ini kedalam empat bagian, yaitu :

·    C.3.1 Kemampuan untuk menyelesaikan masalah rutin
Masalah rutin adalah masalah atau soal yang materinya sejenis dengan bahan pelajaran, begitupun cara penyelesaiannya.
·    C.3.2 Kemampuan untuk membandingkan
Soal yang termasuk kedalam tahap ini menuntut siswa untuk dapat menentukan hubungan antara dua kelompok informasi atau lebih kemudian memberikan penilaian berupa keputusan. Perhitungan bisa digunakan dan pengetahuan yang relevan biasanya diperlukan. Kemampuan penalaran dan berpikir logik sangat diperlukan.
·    C.3.3 Kemampuan untuk menganalisis data
Kemampuan ini melibatkan kemampuan membaca, mengumpulkan, menginterpretasikan, dan memanipulasi informasi. Kemampuan lainnya adalah menilai suatu permasalahan kedalam bagian-bagian sehingga dapat dibedakan antara informasi yang relevan dngan yang tidak relevan, serta mampu untuk mengaitkan setiap sub masalah.
·    C.3.4 Kemampuan mengenal pola, isomorfisme, dan simetri.
Kemampuan ini melibatkan kemampuan mengingat kembali informasi yang relevan, mentransformasi komponen-komponen masalah, memanipulasi data, dan mengenal hubungan.


                 C.4 Analisis (analysis)
                                    Jenjang kognitif berikutnya yang setingkat lebih tinggi dari aplikasi adalah analisis, yaitu suatu kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu masalah (soal) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta mampu untuk memahami hubungan di antara bagian-bagian tersebut. Pada tahap ini siswa mampu memecahkan masalah non rutin, untuk mentransfer pengetahuan yang telah dipelajari terhadap konteks baru. Pemecahan masalah bisa berupa menguraikan suatu masalah menjadi bagian-bagian dan meneliti, mengkaji, serta menyususn kembali bagian tersebut menjadi suatu kesatuan sehingga merupakan penyelesaian akhir.

                     Tahap analisis ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

·         C.4.1 Analisis terhadap elemen
Dalam hal ini siswa dituntut untuk mampu mengidentifikasi unsur-unsur yang terkandung dalam suatu hubungan.
·         C.4.2 Analisis hubungan
Dalam hal ini siswa dituntut untuk memiliki kemampuan dalam mengecek  ketepatan hubungan dan interaksi antara unsur-unsur dalam soal, kemudian membuat keputusan sebagai penyelesaian.
·         C.4.3 Analisis terhadap aturan
Hal ini dimaksudkan sebagai analisis tentang pengorganisasian, sistematika, dan struktur yang ada hubungannya satu sama lain, baik secara eksplisit maupun implisit. Misalnya kemampuan mengorganisasi kembali bentuk dan aturan-aturan tertentu yang ada hubungannya dnegan teknik yang digunakan dalam penyelesaian soal.
                C.5 Sintesis (Synthesis)

                       Suatu kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses analisis adalah sintesis. Sintesis adalah suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsure - unsur  secara logik sehingga menjelma suatu pola struktur atau bentuk baru. Soal-soal yang berkaitan dengan tahap ini adalah soal yang menuntut kemampuan siswa untuk menyusun kembali elemen masalah dan merumuskan suatu hubungan dalam penyelesaiannya.KKO yang biasanya digunakan diantaranya : menentukan, mengaitkan, menyusun, membuktikan, menemukan, mengelompokkan, dan menyimpulkan.
                     Ada dua bagian yang termasuk pada tahap ini, yaitu :
·         C.5.1 Kemampuan untuk menemukan hubungan
Soal-soal yang berkenaan dengan tahap ini berupa kemampuan siswa untuk menyusun kembali elemen-elemen masalah dan merumuskan suatu hubungan dalam penyelesaiannya.

·         C.5.2 Kemampuan untuk menyusun pembuktian
Biasanya pembuktian disusun dari hal yang diketahi menuju kepada hal yang harus dibuktikan, tetapi bisa pula dengan mengerjakan salah satu ruasnya hingga sama dengan ruas lainnya. Perlu diketahui bahwa membuktikan bukan berarti memberi contoh, meskipun contoh itu sebanyak-banyaknya. Jadi membuktikan tidak boleh melalui contoh, pembuktian matematika sifatnya harus berlaku umum (deduktif-formal).


                 C.6 Evaluasi (Evaluation)
              Evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap suatu situasi, ide, metode berdasarkan suatu patokan atau kriteria. KKO yang biasa digunakan di antaranya : menilai, mempertimbangkan, membandingkan, memutuskan, mengkritik, merumuskan, memvalidasi, dan menentukan.
        Bloom, B.S.,1971:684) membagi jenjang kognitif ini menjadi dua bagian, yaitu :
·         C.6.1 Kemampuan untuk mengkritik pembuktian
Hal ini berupa kemampuan siswa untuk memberi komentar, mengupas, menambah, mengurangi, atau menyusun kembali suatu pembuktian matematika yang telah dipelajarinya.
·         C.6.2 Kemampuan untuk merumuskan dan memvalidasi generalisasi
Tahap ini sejalan dengan tahap analisis, tetapi lebih kompleks. Dalam tahap ini siswa dituntut untuk merumuskan dan memvalidasi suatu hubungan. Dalam hal ini, ia bisa diminta menemukan dan membuktikan pernyataan (statment) matematika atau menentukan suatu algoritma (formula) dan membuktikannya.
        Dari uraian dan contoh-contoh dimuka tampak bahwa tiga tahap pertama, yaitu jenjang pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi tergolong pada kemampuan dasar yang sifatnya sederhana (simple).
Sedangkan tiga tahap berikutnya yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi tergolong pada kemampuan lanjut (advanced) yang sifatnya lebih kompleks. Setiap tahap berpikir di atasnya inklusif pada tahap berpikir di bawahnya. Ini berarti untuk dapat mencapai tahap berpikir lanjut diperlukan tahap berpikir yang lebih simpel.
       Pada kenyataannya ketiga tahap analisis, sintesis, dan evaluasi sulit dibedakan dan dipisahkan dalam pembuatan soal matematika. Oleh karena itu di lingkungan sekolah (lapangan) dalam pembuatannya untuk mengevaluasi ketiga tahap tersebut sering kali disatukan. Dengan demikian pengelompokkan jenjang kognitif dari Bloom itu lebih sederhana, yaitu Pengetahuan (C.1), Pemahaman (C.2), Penerapan (C.3), dan Analisis / Sintesis / Evaluasi (C.4, C.5).


2)  Daerah Afektif

      Daerah afektif adalah daerah atau hal – hal yang berhubungan dengan sikap (attitude) sebagai amnifestasi dari minat (interest), motivasi (motivation), kecemasan (anxiety), apresiasi perasaan (emosional appreatiation), penyesuaian diri (self adjusment), bakat (aptitude), dan semacamnya.
      Menurut Krathwohl urutan kejadian dalam proses belajar merupakan konsep yang lebih luas dan menunjukkan pertumbuhan yang lebih mendalam yang membuat individu menjadi sadar dan kemudian menimbulkan sikap, pendirian, pegangan, dan penguatan yang tidak dapat dipisahkan lagi, sehingga menimbulkan pendapat dan pendirian yang bernilai yang tidak terlepas dari pengaruh tingkah lakunya. Karena itu daerah kognitif mampengaruhi daerah afektif.
       Karena proses belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang disadari, maka perubahan tingkah laku siswa dalam bidang afektif pun harus disadari, baik oleh guru, maupun oleh siswa sendiri. Oleh guru kesadaran ini dalam bentuk rumusan tujuan instruksional yang dirumuskannya.
Rumusan tujuan yang berorientasi pada bidang afektif ini dikomunikasikan kepada siswa sehingga dapat menggugah semangat atau minat siswa untuk mempelajari bahan pelajaran dnegan sungguh-sungguh.
       Faktor-faktor afektif yang dapat dinilai dalam kegiatan belajar mengajar matematika menurut Krathwohl (dalam Pratiknyo, 1981 : 8) adalah sebagai berikut :
1)       Adanya kesadaran mengenai pengaruh pelajaran matematika terhadap pelajaran lain, begitu pula sebaliknya.
2)       Kesadaran pentingnya nilai dan peranan matematika dalam masyarakat.
3)       Kesadaran akan keindahan bentuk-bentuk grometrik dalam lingkunganya.
4)       Kesadaran akan pentingnya pelajaran matematika untuk dirinya, baik dalam pembentukan pribadinya maupun dalam kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
5)       Kesudian untuk memberikan respons dan memberikan pendapat-pendapat yang baru dalam diskusi.
6)       Kesudian bekerja sama dengan kawan-kawannya dalam kelas guna menanggapi secara aktif pelajaran matematika yang disajikan.
7)       Kesadaran bahwa pelajaran matematika memberikan keuntungan dan kepuasan dalam pekerjaannya.
8)       Keinginan untuk berpendapat dan secara bersungguh-sungguh bertanggung jawab pada kewajibannya.
9)       Ada perhatian dan kesediaan untuk berpartisipasi dna aktif dalam bidang matematika pada waktu-waktu yang terluang.
10)  Adanya perhatian untuk mengingetkan diri (ingin tahu) dalam bidang matematika dengan jalan belajar mandiri.
11)  Kebiasaan untuk mengadakan pertemuan dan simulasi bidang matematika, misalnya kelompok kerja guru matematika.
12)  Kebiasaan untuk mengembangkan dirinya dalam bidnag matematika, misalnya mengikuti penataran atau meneruskan studi dalam bidnag tersebut.
13)  Sikap percaya diri sendiri, disiplin pribadi, respek pribadi, inisiatif, kebebasan, dan perkembangan pada kesadaran untuk mengkritik diri sendiri (instrofeksi diri).

      Evaluasi untuk bidang afektif ini tentunya tidak persis sama dengan sistem dan cara evaluasi bidang kognitif. Jika evaluasi untuk bidang kognitif disebut tes atau evaluasi hasil belajar, evaluasi untuk bidang efektif dikategorikan kedalam evaluasi non-tes. Ada berbagai alat untuk mengevaluasi bidang afektif ini, diantaranya adalah skala sikap yang dikembangkan oleh Likert, Thurstone, Guttman, dan Diferensial Sematik.

3) Daerah Psikomotorik
     Pengembangan daerah atau bidang psikomotorik dikembangkan oleh Anita Harrow (1972). Ia mengklasifikasikan tujuan dalam bidang ini mulai dari gerakan sederhana sampai pada gerakan yang kompleks, yaitu gerakan refleks, gerakan dasar, gerakan keterampilan, dan gerakan komunikasi. klasifikasi tersebut pada kenyataannya tidaklah terpisah satu sama lain, bersamaan atau berurutan.
      Contoh bidang psikomotorik dalam kegiatan belajar mengajar matematika adalah :
a. Keterampilan dalam membuat sketsa
b. Keterampilan dalam melukis obyek geometri
c. Keterampilan menggunakan kalkulator
Instrumen yang digunakan untuk mengukur bidang psikomotorik biasanya berupa format berbentuk tabel yang harus diisi, yang berisi rincian aspek yang akan diukur dan skala penilaiannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisi-Kisi Tes Kemampuan Koneksi Matematis Siswa

KISI – KISI INSTRUMEN PENELITIAN SEKOLAH                             : KELAS                                   : MATERI     ...