TAKSONOMI BLOOM
Kurikulum 1975/1976 yang disempurnakan untuk SD, SMP, dan
SMA, yaitu menuntut guru untuk membuat satuan pelajaran sebelum ia melaksanakan
kegiatan belajar mengajar. Di dalam satuan pelajaran itu guru menentukan Tujuan
Instruksional Umum (TIU) yang di jabarkan dalam Tujuan Instruksional Khusus
(TIK), materi yang disajikan kegiatan belajar mengajar berorientasi pada
CBSA,buku sumber yang digunakan, pendekatan dan metode yang dipilih, alat
peraga/media yang digunakan, serta alat evaluasinya.
Penentuan
Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang
pertama kali di susun dalam satuan pelajaran menunjukkan bahwa sistem
pengajaran yang dilaksanakan berorientasi pada tujuan. Jadi tujuan
instruksional menjadi pedoman atau petunjuk untuk menentukan semua komponen
dalam satuan pelajaran
Tujuan instruksional khusus sebagai
penjabaran dari tujuan instruksional umum harus dirumuskan dengan menggunakan
Kata Kerja Operasional (KKO). Ini berarti rumusan TIK tersebut harus dapat di
buat alat evaluasinya.
Bloom
dan kawan-kawan membagi tujuan pendidikan ke dalam tiga daerah, yaitu :
1) Daerah
kognitif (cognitive domain),
2) Daerah
afektif (affective domain),
3) Daerah psikomotorik (psychomotorik domain)
Penjelasan megenai daerah tujuan
pendidikan tersebut adalah sebagai berikut :
1)
Daerah Kognitif (cognitive domain)
Daerah
kognitif mencakup tujuan – tujuan yang berkenaan dengan kemampuan berfikir,
yaitu berkenaan dengan pengenalan pengetahuan, perkembangan kemampuan, dan
kemampuan intelektual (akal).
Daerah kognitif terdiri
dari enam tahap yang tersusun mulai dari kemampuan berfikir yang paling simple
(rendah, sederhana) menuju kemamapuan berfikir yang lebih kompleks. Keenam
tahap berfikir tersebut sering disebut
jenjang kognitif, digambarkan seperti diagram di bawah ini.
C6
|
|||||
C5
|
evaluasi
|
||||
C4
|
sintesis
|
||||
C3
|
analisis
|
||||
C2
|
penerapan
|
||||
C1
|
Pemahaman
|
||||
Pengetahuan
|
C1 Pengetahuan
(Knowledge)
Jenjang kognitif yang paling sederhana disebut jenjang pengetahuan
atau ingatan atau komputasi. Pada jenjang kognitif ini siswa di tuntut untuk
mampu mengenali atau mengingat kembali pengetahuan yang telah di simpan dalam
schemata struktur kognitifnya. Hal – hal yang termasuk ke dalam jenjang
kognitif ini adalah berupa pengetahuan tentang fakta dasar, terminology
(peristilahan), atau manipulasi yang sifatnya sudah rutin. Rumusan
TIK yang akan mengukur jenjang kognitif ini, biasanya menggunakan KKO di antaranya
: mendefinisikan, menyebutkan kembali, menuliskan, mengidentifikasi,
mengurutkan, membedakan, memilih, menunjukkan, menyatakan, dan menghitung.
Secara terperinci, jenjang pengetahuan ini
mencakup hal-hal seperti berikut ini (Bloom, B.S.,1971:665):
- C.1.1 Pengetahuan tentang fakta yang spesifik Dalam hal ini siswa dituntut untuk mengingat kembali materi yang mirip sama dengan materi yang telah dipelajarinya dalam kegiatan belajar mengajar.
- C.1.2 Pengetahuan tentang terminologi Dalam hal ini siswa dituntut untuk mengingat kembali istilah-istilah atau simbol-simbol yang berkenaan dengan konsep matematika.
- C.1.3 Kemampuan untuk mengerjakan algoritma (manipulasi) rutin Soal yang termasuk kategori ini, jika siswa terbiasa mengerjakan soal tersebut sehingga tidak memerlukan pola pikir yang baru. Soal tersebut telah banyak dilatihkan oleh guru, baik berupa soal pekerjaan rumah atau latihan di sekolah. Bisa berupa soal yang persis sama dengan soal yang telah dijelaskan atau dilatihkan atau mirip.
C.2 Pemahaman (comprehension)
Tahap
pemahaman sifatnya lebih kompleks daripada tahap pengetahuan. Untuk dapat
mencapai tahap pemahaman terhadap suatu konsep matematika, siswa harus
mempunyai pengetahuan terhadap konsep tersebut. Jadi tahap pemahaman inklusif
terhadap tahap pengetahuan. Rumusan
TIK yang dapat mengukur jenjang kognitif ini biasanya menggunakan KKO
membedakan, mengubah, menginterpretasikan, menentukan, menyelesaikan,
menggeneralisasikan, memberikan contoh, membuktikan, menyederhanakan dan
mensubtitusi.
Secara terinci, jenjang kognitif tahap pemahaman ini mencakup hal-hal
berikut ini (Bloom, B.S., 1971/669)
·
C.2.1
Pemahaman konsep
Perbedaan antara pengetahuan mengenai konsep dengan
pengetahuan mengenai fakta spesifik tidak terdefinisi secara tegas. Dengan
demikian suatu konsep dapat dipandang sebagai kumpulan fakta spesifik yang
saling terkait secara funsional.
·
C.2.2 Pemahaman prinsip, aturan, dan generalisasi
Soal-soal yang berkenaan dengan aspek ini berkenaan
dengan hubungan antara konsep dengan elemennya.
·
C.2.3
Pemahaman terhadap sruktur matematika
Soal yang berkenaan dengan jenjang kognitif ini menuntut
siswa untuk memahami tentang sifat-sifat dasar dalam struktur matematika.
·
C.2.4
Kemampuan untuk membuat transformasi
Kemampuan ini dimaksudkan sebagai kemampuan siswa untuk
dapat mengubah suatu bentuk matematika tertentu menjadi bentuk lainnya.
·
C.2.5
Kemampuan untuk mengikuti pola berpikir
Matematika kebanyakan disajikan secara deduktif formal.
Kemampuan untuk dapat mengikutinya disebut kemampuan mengikuti pola berpikir
matematik.
·
C.2.6
Kemampuan untuk membaca dan menginterpretasikan masalah sosial atau data
matematik
C.3 Aplikasi (Aplication)
Aplikasi
atau penerapan adalah proses berpikir yang setingkat lebih tinggi dari
pemahaman. Dalam jenjang kognitif aplikasi seorang siswa diharapkan telah
memiliki kemampuan untuk memilih, menggunakan, dan menerapkan dengan tepat
suatu teori atau cara pada situasi baru. Tahap aplikasi ini melibatkan sejumlah respon. Respon tersebut ditransfer
kedalam situasi baru yang berarti konteksnya berlainan.
KKO yang digunakan
diantaranya adalah : menggunakan, menerapkan, menghubungkan, menggeneralisasikan,
menyusun, mengklasifikasikan.
Bloom dan
kawan-kawan merinci jenjang kognitif ini kedalam empat bagian, yaitu :
·
C.3.1
Kemampuan untuk menyelesaikan masalah rutin
Masalah rutin adalah masalah atau soal yang materinya
sejenis dengan bahan pelajaran, begitupun cara penyelesaiannya.
·
C.3.2
Kemampuan untuk membandingkan
Soal yang termasuk kedalam tahap ini menuntut siswa untuk
dapat menentukan hubungan antara dua kelompok informasi atau lebih kemudian
memberikan penilaian berupa keputusan. Perhitungan bisa digunakan dan
pengetahuan yang relevan biasanya diperlukan. Kemampuan penalaran dan berpikir
logik sangat diperlukan.
·
C.3.3
Kemampuan untuk menganalisis data
Kemampuan ini melibatkan kemampuan membaca, mengumpulkan,
menginterpretasikan, dan memanipulasi informasi. Kemampuan lainnya adalah
menilai suatu permasalahan kedalam bagian-bagian sehingga dapat dibedakan
antara informasi yang relevan dngan yang tidak relevan, serta mampu untuk
mengaitkan setiap sub masalah.
·
C.3.4
Kemampuan mengenal pola, isomorfisme, dan simetri.
Kemampuan ini melibatkan kemampuan mengingat kembali
informasi yang relevan, mentransformasi komponen-komponen masalah, memanipulasi
data, dan mengenal hubungan.
C.4 Analisis
(analysis)
Jenjang
kognitif berikutnya yang setingkat lebih tinggi dari aplikasi adalah analisis,
yaitu suatu kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu masalah (soal)
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta mampu untuk memahami
hubungan di antara bagian-bagian tersebut. Pada tahap ini siswa mampu
memecahkan masalah non rutin, untuk mentransfer pengetahuan yang telah
dipelajari terhadap konteks baru. Pemecahan masalah bisa berupa menguraikan
suatu masalah menjadi bagian-bagian dan meneliti, mengkaji, serta menyususn
kembali bagian tersebut menjadi suatu kesatuan sehingga merupakan penyelesaian
akhir.
Tahap analisis ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
·
C.4.1
Analisis terhadap elemen
Dalam hal ini siswa dituntut untuk mampu mengidentifikasi
unsur-unsur yang terkandung dalam suatu hubungan.
·
C.4.2
Analisis hubungan
Dalam hal ini siswa dituntut untuk memiliki kemampuan
dalam mengecek ketepatan hubungan dan
interaksi antara unsur-unsur dalam soal, kemudian membuat keputusan sebagai
penyelesaian.
·
C.4.3
Analisis terhadap aturan
Hal ini dimaksudkan sebagai analisis tentang
pengorganisasian, sistematika, dan struktur yang ada hubungannya satu sama
lain, baik secara eksplisit maupun implisit. Misalnya kemampuan mengorganisasi
kembali bentuk dan aturan-aturan tertentu yang ada hubungannya dnegan teknik
yang digunakan dalam penyelesaian soal.
C.5 Sintesis (Synthesis)
Suatu
kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses analisis adalah sintesis.
Sintesis adalah suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsure - unsur secara logik sehingga menjelma suatu pola
struktur atau bentuk baru. Soal-soal
yang berkaitan dengan tahap ini adalah soal yang menuntut kemampuan siswa untuk
menyusun kembali elemen masalah dan merumuskan suatu hubungan dalam
penyelesaiannya.KKO yang biasanya digunakan diantaranya
: menentukan, mengaitkan, menyusun, membuktikan, menemukan, mengelompokkan, dan
menyimpulkan.
Ada dua bagian yang termasuk pada tahap ini, yaitu :
·
C.5.1
Kemampuan untuk menemukan hubungan
Soal-soal yang berkenaan dengan tahap ini berupa
kemampuan siswa untuk menyusun kembali elemen-elemen masalah dan merumuskan
suatu hubungan dalam penyelesaiannya.
·
C.5.2
Kemampuan untuk menyusun pembuktian
Biasanya pembuktian disusun dari hal yang diketahi menuju
kepada hal yang harus dibuktikan, tetapi bisa pula dengan mengerjakan salah
satu ruasnya hingga sama dengan ruas lainnya. Perlu diketahui bahwa membuktikan
bukan berarti memberi contoh, meskipun contoh itu sebanyak-banyaknya. Jadi
membuktikan tidak boleh melalui contoh, pembuktian matematika sifatnya harus
berlaku umum (deduktif-formal).
C.6 Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi
merupakan kemampuan seseorang untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap
suatu situasi, ide, metode berdasarkan suatu patokan atau kriteria. KKO yang
biasa digunakan di antaranya : menilai, mempertimbangkan, membandingkan, memutuskan, mengkritik,
merumuskan, memvalidasi, dan menentukan.
Bloom,
B.S.,1971:684) membagi jenjang kognitif ini menjadi dua bagian, yaitu :
·
C.6.1
Kemampuan untuk mengkritik pembuktian
Hal ini berupa kemampuan siswa untuk memberi komentar,
mengupas, menambah, mengurangi, atau menyusun kembali suatu pembuktian matematika
yang telah dipelajarinya.
·
C.6.2
Kemampuan untuk merumuskan dan memvalidasi generalisasi
Tahap ini sejalan dengan tahap analisis, tetapi lebih
kompleks. Dalam tahap ini siswa dituntut untuk merumuskan dan memvalidasi suatu
hubungan. Dalam hal ini, ia bisa diminta menemukan dan membuktikan pernyataan
(statment) matematika atau menentukan suatu algoritma (formula) dan
membuktikannya.
Dari uraian
dan contoh-contoh dimuka tampak bahwa tiga tahap pertama, yaitu jenjang
pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi tergolong pada kemampuan dasar yang
sifatnya sederhana (simple).
Sedangkan tiga tahap berikutnya yaitu analisis, sintesis,
dan evaluasi tergolong pada kemampuan lanjut (advanced) yang sifatnya lebih
kompleks. Setiap tahap berpikir di atasnya inklusif pada tahap berpikir di
bawahnya. Ini berarti untuk dapat mencapai tahap berpikir lanjut diperlukan
tahap berpikir yang lebih simpel.
Pada
kenyataannya ketiga tahap analisis, sintesis, dan evaluasi sulit dibedakan dan
dipisahkan dalam pembuatan soal matematika. Oleh karena itu di lingkungan
sekolah (lapangan) dalam pembuatannya untuk mengevaluasi ketiga tahap tersebut
sering kali disatukan. Dengan demikian pengelompokkan jenjang kognitif dari
Bloom itu lebih sederhana, yaitu Pengetahuan (C.1), Pemahaman (C.2), Penerapan
(C.3), dan Analisis / Sintesis / Evaluasi (C.4, C.5).
2) Daerah
Afektif
Daerah
afektif adalah daerah atau hal – hal yang berhubungan dengan sikap (attitude)
sebagai amnifestasi dari minat (interest), motivasi (motivation), kecemasan
(anxiety), apresiasi perasaan (emosional appreatiation), penyesuaian diri (self
adjusment), bakat (aptitude), dan semacamnya.
Menurut
Krathwohl urutan kejadian dalam proses belajar merupakan konsep yang lebih luas
dan menunjukkan pertumbuhan yang lebih mendalam yang membuat individu menjadi sadar
dan kemudian menimbulkan sikap, pendirian, pegangan, dan penguatan yang tidak dapat
dipisahkan lagi, sehingga menimbulkan pendapat dan pendirian yang bernilai yang
tidak terlepas dari pengaruh tingkah lakunya. Karena itu daerah kognitif
mampengaruhi daerah afektif.
Karena
proses belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang disadari, maka perubahan
tingkah laku siswa dalam bidang afektif pun harus disadari, baik oleh guru,
maupun oleh siswa sendiri. Oleh guru kesadaran ini dalam bentuk rumusan tujuan
instruksional yang dirumuskannya.
Rumusan tujuan yang berorientasi pada bidang afektif ini
dikomunikasikan kepada siswa sehingga dapat menggugah semangat atau minat siswa
untuk mempelajari bahan pelajaran dnegan sungguh-sungguh.
Faktor-faktor afektif yang dapat dinilai dalam kegiatan belajar mengajar
matematika menurut Krathwohl (dalam Pratiknyo, 1981 : 8) adalah sebagai berikut
:
1)
Adanya kesadaran mengenai pengaruh pelajaran
matematika terhadap pelajaran lain, begitu pula sebaliknya.
2)
Kesadaran pentingnya nilai dan peranan
matematika dalam masyarakat.
3)
Kesadaran akan keindahan bentuk-bentuk
grometrik dalam lingkunganya.
4)
Kesadaran akan pentingnya pelajaran matematika
untuk dirinya, baik dalam pembentukan pribadinya maupun dalam kegunaannya dalam
kehidupan sehari-hari.
5)
Kesudian untuk memberikan respons dan
memberikan pendapat-pendapat yang baru dalam diskusi.
6)
Kesudian bekerja sama dengan kawan-kawannya
dalam kelas guna menanggapi secara aktif pelajaran matematika yang disajikan.
7)
Kesadaran bahwa pelajaran matematika memberikan
keuntungan dan kepuasan dalam pekerjaannya.
8)
Keinginan untuk berpendapat dan secara
bersungguh-sungguh bertanggung jawab pada kewajibannya.
9)
Ada perhatian dan kesediaan untuk
berpartisipasi dna aktif dalam bidang matematika pada waktu-waktu yang terluang.
10)
Adanya
perhatian untuk mengingetkan diri (ingin tahu) dalam bidang matematika dengan
jalan belajar mandiri.
11)
Kebiasaan
untuk mengadakan pertemuan dan simulasi bidang matematika, misalnya kelompok
kerja guru matematika.
12)
Kebiasaan
untuk mengembangkan dirinya dalam bidnag matematika, misalnya mengikuti
penataran atau meneruskan studi dalam bidnag tersebut.
13)
Sikap
percaya diri sendiri, disiplin pribadi, respek pribadi, inisiatif, kebebasan,
dan perkembangan pada kesadaran untuk mengkritik diri sendiri (instrofeksi
diri).
Evaluasi
untuk bidang afektif ini tentunya tidak persis sama dengan sistem dan cara
evaluasi bidang kognitif. Jika evaluasi untuk bidang kognitif disebut tes atau
evaluasi hasil belajar, evaluasi untuk bidang efektif dikategorikan kedalam
evaluasi non-tes. Ada berbagai alat untuk mengevaluasi bidang afektif ini,
diantaranya adalah skala sikap yang dikembangkan oleh Likert, Thurstone,
Guttman, dan Diferensial Sematik.
3) Daerah
Psikomotorik
Pengembangan
daerah atau bidang psikomotorik dikembangkan oleh Anita Harrow (1972). Ia
mengklasifikasikan tujuan dalam bidang ini mulai dari gerakan sederhana sampai
pada gerakan yang kompleks, yaitu gerakan refleks, gerakan dasar, gerakan
keterampilan, dan gerakan komunikasi. klasifikasi tersebut pada kenyataannya
tidaklah terpisah satu sama lain, bersamaan atau berurutan.
Contoh bidang
psikomotorik dalam kegiatan belajar mengajar matematika adalah :
a.
Keterampilan
dalam membuat sketsa
b.
Keterampilan
dalam melukis obyek geometri
c.
Keterampilan
menggunakan kalkulator
Instrumen yang digunakan untuk mengukur bidang
psikomotorik biasanya berupa format berbentuk tabel yang harus diisi, yang
berisi rincian aspek yang akan diukur dan skala penilaiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar